Jumat, 10 Juni 2011

jalan-jalan ke LSF

kamis, 9 juni 2011 kemarin. aku dan LSM tempatku beraktualisasi diterima oleh 2 lembaga perfilman dan pertelevisian yaitu LSF dan ANTV. sebetulnya kami mengajukan ke beberapa stasiun televisi tapi hanya ANTV yang memberikan respon dengan cepat (tengkyu mba Uni Lubis yg dg cepat membalas sms ku).

pukul 8 WJ (waktu jakarta) harusnya sudah briefing tapi ternyata waktu ada di tangan masing2 orang, jadilah setelah menunggu semua yg menjanjikan ikut serta datang (bbrp orang membatalkan krn acara lain yg dtg mendadak) kami berangkat dari pasar minggu menuju LSF di daerah Tebet, seperti biasa jalanan jakarta selalu maceeeeeeeeeeet membuat kami datang terlambat setengah jam, dan sesampai gedung LSF yang alhamdulillah sudah direnovasi (dulu tahun 2006 bak musium yang tak terawat zaman kolonial, deu seperti hidup zaman kolonial saja :))para petinggi LSF sudah menunggu kami. mohon maaf pak jakarta macet (klise banget :()
                          ketua LSF dan bbrp jajarannya :Rae Sita, Titi Said dll

berangkat dengan tujuan menyampaikan kekhawatiran masyarakat tentang maraknya tayangan p*rn*grafi di film-film layar lebar  dan betapa bahayanya jika anak bangsa telah teradiksi oleh virus p*rn*grafi tersebut maka walau yang dihadapi adalah orang seumuran bapak bahkan mungkin kakek kita kami sampaikan saja apa yang menjadi kegundahan masyarakat yang silent majority ini . para Bapak dan Ibu di LSF mendengarkan kami seperti seorang bapak mendengar anaknya bicara.

Bapak ketua LSF menanggapi apa yang kami sampaikan dengan memaparkan bagaimana proses sebuah film di sensor dan menurutnya apa yang sudah tersaji di film layar lebar adalah sudah hasil sensoran, kalau ananda (tu kan kami mereka seumuran bapak2 kita) melihat aslinya bisa mati berdiri (masya Allah). kami (beliau menambahkan) bisa berubah profesi menjadi tukang jahit, kalau baju artis A terlalu pendek kami tambahkan kain agar mata yang melihat tidak sakit.

berbenturan antara kreatifitas dan modal yang sudah ditanam pada sebuah film mengakibatkan mereka tak tega untuk tidak melulus sensorkan sebuah film yang dianggap berbahaya oleh kalangan F*I habib r. LSF ini seperti makan buah simalaka dimakan ayah mati tidak dimakan ibu mati. tidak diloloskan sebuah film para produser berucap mematikan kreativitas diloloskan orang F*I" berdzikir " di LSF.  

Kreativitas selalu menjadi alasan, padahal tanpa unsur p*rn* pun banyak orang berhasil mengkaryakan kreativitasnya menjadi populer. bagaimana anak bangsa menjadi kreativ  bila unsur p*rn*grafi dan kekerasan yang kerap kali muncul di otak mereka.

permasalahan p*rn*grafi di negeri ini memang harus menjadi perhatian semua lapisan masyarakat , orang tua, guru, ulama, pastor, pemerintah, anggota dewan, komisi2 yang terkait (KPI, KPAI, LSF dll) selalu menyerukan umatnya untuk menjauhi p*rn*grafi, juga para artis, produser, sutradara dll.  CARILAH nafkah yang berkah bukan dari merusak otak anak bangsa dengan film tidak bermutu (pesan seorang ibu Dewi sambil menangis tak tertahankan di depan para anggota LSF).




kami pulang dengan membawa setumpuk PR yang kami buat sendiri dalam benak.

sebenarnya  jika  film2 hantu, pocong, kuntilanak berbalut takhayul dan p*rn*grafi itu tidak ada yang memproduksi pasti tidak akan ada yang menonton bukan? adakah manfaat yang diambil dari film2 tersebut?bukankah malah kerusakan yang didapat?


pertemuan pun usai dan kami sudah ditunggu di ANTV (melintasi maceeeeeeeet lagi, hp krang kring dari tadi org ANTV say : direksi kami sudah menunggu dan ada meeting dg pihak lain pd pukul sekian, mohon sabar mba,kami sdg otw)perut keroncongan pula, waktunya makan siang memang...


 masih nyambung :jalan-jalan ke ANTV

2 komentar:

  1. Seru dek liputannya, makin mengalir ;)

    Ditunggu lanjutannya ya...

    BalasHapus
  2. Yunda Hamasah : trimksh mba Ke'...semoga lanjutannya bisa segera

    BalasHapus

terima kasih sudah berkunjung, semoga indah dikenang dan bermanfaat :) salam